Rabu, 06 Juni 2012

Saya dan Butawarna

Dah lama banget saya ndak update di blog ini. Mungkin karena kesibukan kerja sehari-hari, tak terasa sudah hampir 3 bulan saya nggak pernah mampir lagi di ini. Untuk kesempatan ini saya pengen ngejunk soal pengalaman pribadi aja lah.

Dulu banyak teman-teman saya yang sering bertanya, "Ngapain jauh-jauh cari kerja di Batam? Apa di Jawa nggak ada kerjaan lagi?" Hehehehehe. Kebetulan saya dulu kuliah di Jurusan Teknik Mesin salah satu PTN di Semarang (UNDIP), yang memang alumninya lebih banyak masuk ke BUMN dan industri manufaktur di bidang otomotif (TAM, Indomobil dll).

Sebenarnya saya pengen juga kerja bareng mereka. Tapi kehendak-Nya berkata lain. Saya dilahirkan dengan cacat mata bawaan yaitu butawarna parsial. Tentu saja saya akan mengalami kesulitan untuk bisa masuk ke perusahaan-perusahaan yang saya sebutkan diatas, karena biasanya seleksi med check-upnya cukup "ketat".

Banyak yang mungkin masih kurang paham dengan "anugerah" yang bernama butawarna parsial ini. Sering teman-teman bertanya, "Kalau gitu berarti dunia serasa hitam putih dong?" Yang biasanya langsung dilanjutkan dengan "mengetes" saya, biasanya sih dengan menanyakan berbagai warna yang ada di sekeliling kami. Hahahahahaha.

Butawarna parsial tidak separah itu. Kami, para penderita butawarna partial, masih bisa membedakan warna-warna yang ada, rumput masih berwarna hijau dan langit pun masih berwarna biru. Pada saat saya kecil saya sama sekali tidak menyadari kalau saya ini butawarna. Karena dulu saya masih bisa merakit peralatan elektronik saat praktikum di SMP, menghitung hambatan di gelang resistor dan juga tidak pernah bertengkar dengan kawan-kawan yang lain soal warna.

Penyakit ini (kalau tidak salah, karena saya orang teknik bukan kedokteran, hahahahaha) disebut juga RGD (Red Green Deficiencies). Jadi dari namanya saja kita bisa menebak kalau penyakit ini lebih erat dengan warna merah dan hijau. Contohnya kalau ada warna dengan latar belakang majoritas warna hijau maka warna merah akan kalah atau sebaliknya.

Tetapi ketika warna ini berdiri sendiri tentu akan lain ceritanya. Karena itu, cacat bawaan ini cuma bisa ditest dengan cara yang saya sebutkan diatas. Biasanya sih menggunakan ICBT (Ishihara Color Blind Test). Saat ditest dengan ICBT, beberapa angka dalam lembar soal test tidak akan kelihatan untuk kami, atau terkadang dari dua digit angka cuma keliatan satu digit saja.

Kembali ke pengalaman saya, saya baru mengetahui kalau saya butawarna pada saat registrasi ulang di perguruan tinggi. Tetapi karena kebijakan PTN saya waktu itu bahwa untuk jurusan yang saya pilih mengijinkan butawarna parsial, akhirnya saya meneruskan kuliah sampai lulus.

Setelah lulus, barulah saya merasakan efek dari cacat bawaan ini, berkali-kali saya interview di perusahaan-perusahaan besar selalu gagal di medical check up dengan alasan butawarna. Padahal biasanya untuk tahapan interview sebagian besar lolos. Itulah sebenarnya alasan terbesar kenapa saya bisa terlempar ke Batam.

Pernahkah saya menyesal mendapat "anugerah" ini? Ya, dulu sekali waktu masih fresh-freshnya lulus dan baru cari kerja. Salah satu perusahaan pertama yang menerima saya adalah sebuah perusahaan manufaktur garment terbesar di Indonesia. Pada saat itu saya telah "diterima", semua proses test dan interview sudah pass.

Di hari terakhir, kebetulan waktu itu hari Sabtu, pihak HRD mengatakan, "selamat Bapak diterima, besok rabu tolong datang lagi untuk sign contract". Senangnya hati, pada saat itu saya mendapat salary yang lumayan besar untuk ukuran di sana. Tetapi sebelum pulang saya diminta mampir ke klinik perusahaan dulu untuk dicheck. Dan akhirnya, gagallah saya join kesana karena butawarna. Sepanjang perjalanan pulang saya kecewa, kesal, marah dsb.

Sejak kejadian tersebut, kegagalan demi kegagalan di proses medical check up terus saya alami. Tapi saya tidak menyesal ataupun kecewa seperti pengalaman yang pertama dulu. Sampai akhirnya saya diterima di salah satu perusahaan shipyard terbesar di Batam (tanpa medical check up tentu saja).

Ternyata di Batam, peluang masih terbuka lebar, experience dan kemampuan lebih dihargai. Dan tentu saja nggak pernah bermasalah dengan butawarna. Alhamdulillah sekarang sudah tahun ke-5 saya di Batam. Bukan di Batam langsung tepatnya karena bulan lalu saya baru join dengan salah satu perusahaan EPC (yang katanya terbesar) di Karimun. Ada test butawarna, tapi entah kenapa kok bisa masuk juga :).